e-media.co.id – Dampak perubahan iklim semakin nyata dengan meningkatnya suhu global dan kekeringan ekstrem yang kini merusak hasil panen di berbagai belahan dunia. Fenomena cuaca yang tidak menentu menyebabkan gangguan besar dalam sektor pertanian, mulai dari gagal panen hingga kelangkaan bahan pangan pokok.
Di beberapa negara, suhu tinggi dan kurangnya curah hujan selama musim tanam menyebabkan tanah mengering dan tidak mampu menopang pertumbuhan tanaman. Akibatnya, produksi jagung, gandum, dan beras – komoditas utama yang menjadi sumber pangan dunia – menurun drastis. Hal ini bukan hanya memengaruhi petani, tetapi juga mengancam pasokan pangan global serta menyebabkan kenaikan harga.
Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menyatakan bahwa kondisi iklim ekstrem yang terjadi secara berulang memperburuk kerentanan sistem pertanian. Negara-negara berkembang yang mengandalkan pertanian tradisional menjadi pihak yang paling terdampak. Di Afrika dan Asia Selatan, jutaan petani kecil menghadapi risiko kehilangan mata pencaharian karena gagal panen.
Tidak hanya kekeringan, tetapi juga gelombang panas yang berkepanjangan mengganggu ekosistem pertanian, mengurangi kualitas tanah, dan mempercepat penguapan air irigasi. Kondisi ini memperkecil peluang untuk mempertahankan hasil panen yang stabil setiap tahunnya.
Para ahli menekankan perlunya upaya adaptasi dan mitigasi, seperti penerapan pertanian ramah iklim, penggunaan varietas tanaman tahan kering, dan perbaikan sistem irigasi. Tanpa langkah nyata, krisis iklim akan semakin memperparah ketahanan pangan dunia dan berpotensi memicu konflik sosial akibat kelangkaan pangan.
Krisis ini menjadi pengingat bahwa menjaga lingkungan dan mengatasi perubahan iklim adalah kunci untuk masa depan pangan yang berkelanjutan.