e-media.co.id – Dalam dunia olahraga, khususnya MMA (Mixed Martial Arts), ada nama-nama besar yang meninggalkan jejak abadi. Salah satunya adalah Conor McGregor. Pria asal Irlandia ini pernah menjadi simbol kebangkitan UFC ke ranah global. Karismatik, penuh percaya diri, dan mematikan di oktagon — Conor adalah paket lengkap.
McGregor mencapai puncak ketenarannya pada tahun 2015 hingga 2016. Ia menjadi petarung pertama yang memegang dua gelar juara UFC di dua divisi berbeda secara bersamaan — featherweight dan lightweight. Ia mengalahkan Jose Aldo hanya dalam 13 detik, rekor KO tercepat dalam pertarungan perebutan gelar UFC.
Namun, kejayaan itu membawa konsekuensi. Dengan ketenaran dan kekayaan yang luar biasa, datang juga distraksi dan penurunan dedikasi. Conor yang dulu lapar akan kemenangan, kini tampak lebih sibuk di luar oktagon daripada di dalamnya.
Fans mulai bertanya-tanya: apakah Conor masih layak berada di puncak? Dalam olahraga yang berkembang cepat seperti MMA, para petarung baru muncul dengan kemampuan yang semakin lengkap. Nama-nama seperti Islam Makhachev, Charles Oliveira, hingga Ilia Topuria kini mengisi headline yang dulu didominasi McGregor.
Fakta menyedihkan bagi legenda adalah waktu tidak bisa dilawan. Tubuh tidak lagi sekuat dulu, dan semangat yang dulu membara perlahan memudar. Tidak salah jika Conor masih ingin kembali bertarung. Tapi harapan realistis untuk menjadi juara dunia kembali? Tampaknya terlalu jauh.
Mungkin inilah saatnya Conor menjalani babak baru sebagai ikon, bukan sebagai petarung. Ia masih bisa membawa pengaruh besar bagi dunia MMA — sebagai promotor, pelatih, atau inspirasi bagi generasi baru. Tapi sebagai juara? Masa itu tampaknya telah berlalu.
Conor, ini bukan lagi masamu. Tapi itu bukan berarti kisahmu selesai.