Kebijakan Baru yang Membawa Nuansa Religius
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau terus memperkenalkan inovasi dalam pembinaan mental aparatur dengan menetapkan kewajiban melantunkan selawat Busyro setelah Indonesia Raya pada setiap kegiatan resmi. Kebijakan ini merupakan arahan langsung Gubernur Ansar Ahmad yang menekankan pentingnya keseimbangan antara disiplin birokrasi dan penguatan spiritual. Dengan memasukkan selawat dalam rangkaian upacara, pemerintah berupaya membentuk ritme kerja yang lebih menenangkan sekaligus memberikan ruang refleksi bagi ASN sebelum menjalankan tugas.
Penerapan ini terlihat di hampir seluruh OPD, mulai dari unit pelayanan teknis, kantor dinas, hingga kegiatan seremonial tingkat provinsi. Setelah lagu kebangsaan dikumandangkan, para pegawai berdiri serempak untuk melantunkan selawat Busyro dengan khidmat. Momen ini menciptakan suasana yang berbeda dibandingkan kegiatan sebelumnya yang hanya berfokus pada protokol formal. Banyak pejabat menilai bahwa langkah ini dapat menumbuhkan suasana harmonis sejak kegiatan dimulai.
Kebijakan ini juga mencerminkan upaya pemerintah membangun mental aparatur yang lebih reflektif. Menurut Gubernur Ansar, selawat hadir bukan sebagai simbol formal belaka, tetapi sebagai dorongan untuk menanamkan ketenangan batin dan rasa syukur dalam menjalankan tugas. Spirit semacam ini dianggap penting, terutama di tengah tantangan birokrasi modern yang menuntut ketelitian, kesabaran, dan konsistensi yang tinggi.
Tanggapan ASN dan Penyesuaian di Wilayah Kerja
Kehadiran selawat Busyro dalam kegiatan resmi memperoleh respons positif dari sebagian besar ASN. Banyak pegawai menyebut bahwa lantunan selawat dapat membantu mereka mengawali hari dengan pikiran yang lebih jernih dan suasana hati yang lebih teratur. Bagi pegawai yang bekerja di sektor pelayanan langsung, selawat dianggap menjadi pengingat agar tetap menjaga ketenangan dan empati saat menghadapi masyarakat.
Meski demikian, proses adaptasi tetap membutuhkan waktu. Sejumlah pegawai masih belum familiar dengan selawat Busyro, terutama pada bagian tertentu dari liriknya. Untuk mengatasi hal tersebut, beberapa OPD mengambil langkah tambahan seperti menempelkan teks selawat di ruang apel, membagikan teks digital melalui grup komunikasi internal, hingga memutar contoh rekaman agar intonasi dapat diikuti secara seragam. Upaya ini dilakukan untuk memastikan pelaksanaan tetap tertib tanpa menimbulkan rasa terbebani.
Di beberapa kantor, latihan singkat sebelum apel pagi mulai menjadi kebiasaan baru. Kepala unit meminta pegawai melantunkan selawat bersama sebagai persiapan kecil sebelum kegiatan dimulai. Latihan ini dilakukan secara santai dan tanpa tekanan agar adaptasi berjalan alami. Pendekatan tersebut dinilai efektif karena membuat pegawai merasa dilibatkan, bukan dipaksa.
Selain itu, pejabat pembina kepegawaian juga memberikan arahan agar pelaksanaan kebijakan tetap memperhatikan keberagaman pegawai. Pemerintah memastikan bahwa penerapan dilakukan secara persuasif, bukan dengan pendekatan hukuman. Hal ini dilakukan untuk menjaga keharmonisan internal dan memastikan bahwa kebijakan diterima dengan kesadaran, bukan hanya sebagai kewajiban formal.
Pengaruh Kebijakan terhadap Budaya Kerja Pemerintah
Seiring berjalannya waktu, kehadiran selawat Busyro mulai membentuk atmosfer kerja yang berbeda. Sejumlah unit kerja melaporkan bahwa kegiatan apel terasa lebih terarah dan tenang, bahkan ketika agenda harian cukup padat. Pegawai mengaku lebih fokus dan siap menghadapi rutinitas setelah mengikuti rangkaian upacara yang diakhiri dengan selawat.
Pengaruh lain terlihat dari peningkatan rasa kebersamaan. Ketika pegawai melantunkan selawat bersama-sama, tercipta kesan kolektif yang memperkuat hubungan antarpegawai. Aktivitas ini bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga menjadi simbol bahwa setiap individu berada dalam satu tujuan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Dari perspektif organisasi, ini menjadi nilai tambah karena suasana kerja yang harmonis dapat meningkatkan produktivitas.
Dalam beberapa acara besar yang melibatkan tamu dari luar daerah, pelantunan selawat Busyro bahkan menjadi perhatian tersendiri. Tradisi ini memberi identitas baru bagi cara Pemerintah Provinsi Kepri menyelenggarakan kegiatan resmi. Banyak tamu menilai bahwa kombinasi antara penghormatan kepada negara dan lantunan spiritual merupakan konsep yang menarik serta jarang ditemukan di daerah lain.
Gubernur Ansar sendiri menegaskan bahwa kebijakan ini akan terus dievaluasi. Pemerintah ingin memastikan bahwa penerapannya tetap sesuai konteks, tidak menimbulkan persoalan, dan benar-benar memberikan dampak positif bagi mentalitas ASN. Jika diperlukan, penyesuaian akan dilakukan agar kebijakan tetap relevan dan mampu memperkuat etos kerja aparatur.
Dengan berbagai dinamika tersebut, selawat Busyro kini tidak hanya menjadi bagian dari upacara, tetapi juga elemen yang mulai mengakar dalam kultur kerja pemerintahan Kepri. Tradisi baru ini diharapkan dapat membentuk aparatur yang lebih tenang, berintegritas, dan memiliki kesadaran spiritual yang menyatu dengan profesionalitas.









